Isnin, 20 Jun 2011

Al-Andalus, Penaklukan, Perkembangan Dan Kejatuhan

Penaklukkan Andalusia

Al Andalus

(Arab: الأندلس al-andalus) adalah nama dari bahagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun 711 dan 1492.[1] Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia.


Etimologi dari nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama ini digunakan untuk merujuk kepada semenanjung Iberia atau daerah Selatan Iberia yang dikuasai umat Islam, dan bukti paling awal dari nama ini adalah pada syiling yang dicetak oleh pemerintah Islam di Iberia sekitar 715 (tahun pencetakan juga tidak pasti karena syiling dituliskan dalam Latin dan Arab, dan keduanya memberikan tahun yang berbeda). Terdapat setidaknya tiga teori etimologi yang pernah diusulkan oleh para ilmuwan Barat, semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di Semenanjung Iberia.

Teori pertama adalah nama tersebut berasal dari Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia selama 407-429. Salah satu ilmuwan yang menerima teori ini adalah Reinhart P. Dozy, sejarawan abad ke-19.  Teori kedua adalah berasal dari Arabisasi kata "Atlantik". Pendukung teori ini adalah sejarawan Spanyol Vallvé. Teori ketiga yang diajukan oleh Halm (1989)  adalah bahwa nama ini berawal dari nama yang diberikan suku Visigoth yang berkuasa di Iberia pada abad ke-5 hingga 9. Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth disebut Gothica Sors (tanah undian Goth). Halm memprediksikan bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut *landahlauts, dan ia menyarankan dari sinilah asal nama Al-Andalus berasal.

Ketiga teori ini semuanya tidak memiliki bukti historis, sehingga dapat dikatakan amat lemah. Pelopor dan pembela dari ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun belakangan, ahli bahasa telah diikutsertakan dalam diskusi ini. Argumen-argumen dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang mempelajari nama daerah), selanjutnya menunjukkan kelemahan semua teori diatas, dan bahwa nama Al-Andalus ternyata berasal dari masa Romawi

Masa-masa awal

Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan tanah Sepanyol yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Bangsawan-bangsawan Visigoth berkembang menjadi tuan-tuan tanah.  Pada 711, pasukan Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (711), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada 719 hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Sepanyol, Portugal dan Perancis selatan sekarang.


Tariq bin Ziyad (? - 720) 


 (Bahasa Arab: طارق بن زياد), dikenal dalam sejarah Spanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric el Tuerto (Taric yang memiliki satu mata), adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) pada tahun 711 M.
Pada tanggal 29 April 711, pasukan tariq mendarat di Gibraltar (nama gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Tariq yang artinya gunung Tariq). Setelah pendaratan, ia memerintahkan untuk membakar semua kapal dan berbicara di depan anak buahnya untuk membangkitkan semangat mereka.

أيّها الناس، أين المفر؟ البحر من ورائكم، والعدوّ أمامكم، وليس لكم والله إلا الصدق والصبر...

Tidak ada jalan untuk melarikan diri! Laut di belakang kalian, dan musuh di depan kalian: Demi Allah, tidak ada yang dapat kalian sekarang lakukan kecuali bersungguh-sungguh penuh keikhlasan dan kesabaran.
Jabal Tariq
 Pasukan Tariq menyerbu wilayah Andalusia dan di musim panas tahun 711 berhasil meraih kemenangan yang menentukan atas kerajaan Visigothic, dimana rajanya, Roderic terbunuh pada tanggal 19 Juli 711 dalam pertempuran Guadalete. Setelah itu, Tariq menjadi gubernur wilayah Andalusia sebelum akhirnya dipanggil pulang ke Damaskus oleh Khalifah Walid 

Pembakaran Kapal
Menurut sejarah barat, kemenangan pasukan muslim dalam penaklukan Andalusia banyak dipengaruhi oleh semangat juang yang berhasil dikobarkan oleh Tariq dimana dia memerintahkan untuk membakar semua kapal sehingga tidak ada jalan untuk melarikan diri selain bertempur habis-habisan melawan musuh sampai meraih kemenangan atau mati sebagai syuhada. Thariq bin Ziyad merupakan sosok pahlawan yang mampu membawa kejayaan Islam di masanya.

Penaklukan Umayyah di Iberia

Pada 710M, setahun sebelum itu, Tarif bin Malik memimpin 400 orang bersama 100 kuda mendarat dan melakukan ekspedisi di ujung selatan benua Eropa di Iberia yang kini disebut Tarifa, diambil dari namanya.

(711718) dimulai saat pasukan Kekhalifahan Umayyah, sebagian besar terdiri dari Muslim Berber dari Afrika Barat Laut menyerang Hispania (sekarang Iberia; Portugal dan Sepanyol) yang dikuasai oleh Kristian Visigoth pada tahun 711. Penaklukan ini terjadi saat masa pemerintahan Khalifah Al-Walid I di Damaskus, dan dipimpin oleh Panglima Tariq bin Ziyad (? - 720). Pasukan Umayyah mendarat di Gibraltar pada 30 April 711, dan lalu bergerak ke arah utara. Satu tahun berikutnya, atasan Tariq Musa bin Nusair bergabung dengan pasukannya. Kampen militer ini berjalan sekitar 8 tahun, dan hasilnya sebagian besar Semenanjung Iberia berhasil dikuasai umat Islam kecuali daerah-daerah kecil di sebelah barat daya (Galicia dan Asturias) serta daerah-daerah Basque di daerah Pirenia. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732 M). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Sepanyol, Portugal dan Perancis bagian selatan yang disebut sekarang.

Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang gubernor yang dilantik oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Pada 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.


Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai sejak Pertempuran Guadalete, ketika pasukan Umayyah pimpinan Tariq bin Ziyad mengalahkan orang-orang Visigoth yang menguasai Iberia. Awalnya Al-Andalus merupakan wilayahi dari Kekhalifahan Umayyah (711-750), lalu berubah menjadi sebuah keamiran (750-929M), sebuah kekhalifahan, (929-1031M), dan akhirnya "Taifa" yaitu kerajaan-kerajaan kecil pecahan dari kekhalifahan tersebut (1031-1492M).


Kerana pada akhirnya orang-orang Kristian berhasil merebut kembali Iberia dari tangan umat Islam (Reconquista secara harfiah "penaklukkan ulang"), nama Al-Andalus umumnya tidak merujuk kepada Iberia secara umum, tapi kepada daerah-daerah yang dikuasai para Muslim pada zaman dahulu. Pada 1236, benteng terakhir umat Islam di Sepanyol, Granada menyatakan tunduk kepada Ferdinand III dari Kastilia, dan menjadi negara bawahan Kastilia, hingga pada 1492 Muhammad XII menyerah sepenuhnnya kepada Los Reyes Católicos (Kerajaan Katolik Spanyol) pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Sedangkan kekuasaan Islam di Portugal berakhir pada 1249 dengan ditaklukkannya Algarve oleh Afonso III. Kekalahan penguasa Muslim kemudian diikuti oleh penganiyaan dan pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol.

Pertempuran Guadalete
Pertempuran Guadalete
Terjadi pada 19 Julai 711M, di sekitar sungai Guadalete yang terletak paling selatan dari wilayah Al-Andalus dimana pasukan muslim pimpinan Tariq bin Ziyad berjaya mengalahkan pasukan Visigoth pimpinan Raja Roderic. Kemenangan ini dianggap sangat penting sebagai pembuka jalan bagi pasukan muslim menaklukan seluruh wilayah Andalusia dikemudian hari sehingga menjadi bahagian dari wilayah muslim selama hampir 8 abad sehingga kejatuhannya pada tahun 1492M.
Pada ketika mendengar pegerakan kaum muslim yang kian tak terbendung. Roderic yang waktu itu sedang berperang dengan bangsa Basque di utara Andalusia ,di wilayah Pamplona segera menghentikannya dan menghimpun pasukannya untuk menentang prajurit Moors ( sebutan untuk pasukan Islam ). Roderic memimpin seluruh pasukannya dan pergi ke kota Cordova. Setelah Roderic menghimpun pasukannya dalam jumlah yang sangat besar, sejarah menyebutkan antara 40-100 ribu orang. Pasukan Visigoth (Sepanyol) pada masa itu sebahagian besar merupakan hamba yang dilatih dan lengkapkan dengan senjata. Sedangkan umat Islam hanya berjumlah sekitar 12 ribu orang dibawah pimpinan Thariq bin Ziyad.
Akhirnya bertemulah kedua pasukan disebuah lembah yang bernama Rio Barbate. Ditengahnya mengalir sungai Guadalete. Jantung Roderic berdegup kencang ketika melihat di kejauhan kepulan debu disusul dengan gelombang manusia dengan kuda yang seolah-olah  tiada habisnya. Meskipun hanya berjumlah 12 ribu orang, umat Islam telah mematahkan semangat bangsa Visigoth sebelum pertempuran berlangsung. Kedua pasukan semakin dekat dan terus mendekat. Roderic mengamati orang-orang asing tersebut. Orang-orang berkuda begitu berbeda. Kulit mereka kecoklatan dan ada yang hitam, berbeda dengan orang Eropah. Tubuh mereka juga berbeza. Tangan orang-orang itu memegang tombak, pakaian mereka berbeza-beza dan pedang melengkung tergantung di punggung.
Adapun Thariq bin Ziyad, ketika melihat orang-orang Visigoth dan Roderic di tengah-tengah nya. Ia berseru dengan lantang. "Itu dia, raja orang-orang Visigoth!" Takbir pun menggema di berbagai penjuru. Kedua pasukan segera saling menyerang.
Pertempuran bermula. Kedua belah pihak bertarung dengan seluruh tenaga. Darah segar langsung membanjiri tanah Eropah yang kehijauan. Kekacauan terjadi ditengah-tengah pihak Visigoth. Banyak mereka yang mati terbunuh, sebahagian melarikan diri. Salah satu sayap pasukan mereka melakukan pembelotan. Akhirnya pasukan Visigoth semakin kalut dan merekapun kucar-kacir dan melarikan diri dari medan pertempuran.

Pertempuran Guadalete berlangsung selama 8 hari, 11-19 Julai 711. Pada akhir peperangan yang dimenangi oleh pihak mujahid. Jasad raja Roderic tak pernah ditemukan. Pasukannya yang banyak hancur berpecahan. Dan Roderic adalah raja Visigoth terakhir. Selepas perang itu. Para mujahid melanjutkan penaklukannya keseluruh Eropah.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayai kepada Al-Sama, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia cuba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia dihalang oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya berundur kembali ke Sepanyol


Kronologi Penaklukan

  Abad ke 6 M Bangsawan-bangsawan Visigoth berkembang menjadi tuan-tuan tanah.
  710 - Tarif bin Malik memimpin 400 orang bersama 100 kuda mendarat dan melakukan ekspedisi di ujung selatan benua Eropa di Iberia yang kini disebut Tarifa, diambil dari namanya.
  711 - Musa bin Nusair, Gubernor Ifriqiya (Afrika Utara), mengirim pasukan pimpinan Tariq bin Ziyad ke Iberia, menyusul kesuksesan ekspedisi Tarif dan adanya permasalahan pada Dinasti Visigoth di Hispania.
  19 Juli 711 - Pasukan Tariq bin Ziyad, dibantu oleh Julian, count Ceuta, mengalahkan pasukan Raja Visigoth Roderic, dekat Sungai Guadalete.
  Juni 712 - Orang-orang Syria datang ke Hispania, dan menyerang kota-kota serta benteng-benteng yang tidak didekati Tariq bin Ziyad
  Februari 715 - Musa bin Nusair, memasuki Damaskus bersama tawanannya raja-raja dan bangsawan Visigoth, bersama ribuan tawanan lainnya, untuk memberikan penghormatan kepada khalifah Islam di Damaskus.
   ? (sekitar 715-716) - Musa bin Nusair meninggal di Hijaz saat sedang melakukan ibadah Haji. Anaknya Abdul Aziz bin Musa ditunjuk sebagai Gubernur Al-Andalus, dengan ibukota Sevilla. Abdul Malik juga menikahi janda Roderic, Egilona dari Dinasti Balti.
  717-718 - Gubernor Al-Hurr bin Abdurrahman Ats-Tsaqafi menyeberangi Pirenia, dan memimpin serangan ke Septimania. Sebagian besar dari serangan ini mengalami kegagalan.
  719 - Gubernor As-Samh bin Malik Al-Khaulani, memindahkan ibukota Al-Andalus dari Sevilla ke Kordoba.
  Musim semi 732 - Wali Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi bergerak melalui Pirenia barat, menyeberanginya, dan mengalahkan Adipati Odo dari Aquitaine di tepi sungai Garonne.
  Oktober 732 - Pertempuran Tours (Balat Al Shuhada`). Abdurrahman Al-Ghafiqi, berhadapan dengan Charles Martel. Martel memenangkan pertempuran ini, menghentikan gelombang penaklukan Umayyah di Eropah. Abdurrahman sendiri gugur dalam pertempuran ini.
  734-742 - Kerusuhan antara etnis-etnis di Al-Andalus.
  755 - Bangsawan Umayyah Abdurrahman I, melarikan diri dari Damaskus, menyusul jatuhnya pemerintahan Umayyah ke tangan Bani Abbasiyah. Pada akhir 755 ia mendarat di Granada, Al-Andalus
  756 - Abdurrahman I mengalahkan Wali Al-Andalus Yusuf Al-Fihri pada pertempuran Musarah di luar kota Kordoba. Ia lalu menunjuk dirinya sebagai Amir Al-Andalus dan digelari Ad-Dakhil (yang Masuk).

Politik Dan Keilmuan


Perkembangan Politik


Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang Gabenor Yusuf Al-Fihri yang dilantik oleh Khalifah Umayyah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an M, terjadi perang saudara yang menyebabkan lemahnya kekuasaan Khalifah. Dan pada tahun 746 M, Yusuf Al-Fihri memenangi perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan Umayyah di Damaskus.


Pada tahun 750 M, Bani Abbasiyah menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas daerah-daerah Arab. Namun pada tahun 756 M, Abdurrahman I (Ad-Dakhil) menjatuhkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, kerana pasukan Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya.


Ia memerintah selama 30 tahun, namun memiliki kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan ia berusaha menekan perlawanan dari penyokong Al-Fihri maupun Khalifah Abbasiyah.
Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat. Pada hakikatnya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang bersempadan dengan kaum Kristian, sering mengalami naikt urun politik, itu bergantung kepada kecakapan dari Amir yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.


Cucu Abdullah, Abdurrahman III, menggantikannya pada tahun 912 M, dan dengan cepat mengembalikan kekuasaan Umayyah atas Al-Andalus dan malahan Afrika Utara bahagian barat. Pada tahun 929 M ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang memiliki kedudukan setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan Syi’ah di Tunis.


Masa kekhalifahan


Andalusia diduduki umat Islam pada zaman khalifah Al-Walid Rahimahullah (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, dimana Umat Islam sebelumnya telah mengusasi Afrika Utara. Dalam proses penaklukan Sepanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.
Selat yang memisahkan Morocco dan Andalusia
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marocco dan benua Eropah itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang beerti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh kejayaan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam kerajaan Visigot yang berkuasa di Sepanyol pada ketika itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Sepanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.


Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Sepanyol kerana pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim oleh Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.  Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).


Dengan menguasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Sepanyol. Dalam Pertempuran Guadalete, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq Rahimahullah dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu). Sebelum Thariq Rahimahullah berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair Rahimahullah di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12 000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100 000 orang.


Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berjaya menakluk Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Sepanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.


Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz Rahimahullah tahun 99 H/717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayai kepada Al-Sama, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordreu, Poiter, dan dari sini ia cuba menyerang kota Tours. Akan tetapi, diantara kota Poiter dan Tours itu ia dihalang oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya berundur kembali ke Sepanyol.


Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M, dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (Mediterranean), Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah. Gelombang kedua terbesar dari penyerangan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Sepanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Itali. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.


Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu keadaan yang terdapat di dalam negeri Sepanyol sendiri. Pada masa penaklukan Sepanyol oleh orang-orang Islam, keadaan sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Sepanyol terkoyak-koyak dan terpecahi ke beberapa negeri kecil. Penguasa Gothic pula bersikap tiada toleransi terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bahagian terbesar dari penduduk Sepanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristian. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara kejam.


Rakyat dibagi-bagikan ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, petertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan pembebas, dan pembebasnya mereka temukan dari orang Islam. Berkenaan dengan itu Amer Ali, seperti dipetik oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kesenangan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Sepanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighoti. Di posisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat. Akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakkan. Perpecahan dalam negeri Sepanyol ini banyak membantu kejayaan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.


Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Sepanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu Sepanyol masih berada di bawah pemerintahan Romawi (Byzantine), berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri dan perdagangan karena didukung oleh struktur yang baik. Akan tetapi, setelah Sepanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Pertanian dibiarkan terlantar tanpa dibaiki, beberapa fabrik ditutup, dan antara satu daerah dan daerah lain sukar dilalui akibat jalan-jalan tidak dibaiki.


Buruknya keadaan sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Keadaan terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Awal kehancuran kerajaan Ghoth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, abang dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin.


Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para hamba yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan kerjasama bagi perjuangan kaum Muslimin.


Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu keadaan yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Sepanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tenteranya gagahk, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cekap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Sepanyol menyambut kehadiran Islam di sana.


Perkembangan Peradaban



Umat Islam di Sepanyol telah mencapai kejayaan yang gemilang, banyak prestasi yang mereka perolehi, bahkan pengaruhnya membawa Eropah dan juga dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks, terutama dalam hal kemajuan intelektual.
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropah, dan kemudian membawa dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks.


Kemajuan Intelektual


Sepanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Sepanyol Islam merupakan masyarakat majmuk yang terdiri dari :


- Komuniti-komuniti Arab (Utara dan Selatan)

- Al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam)

- Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara)

-Al-Shaqalibah (tentara bayaran yang dijual Jerman kepada penguasa Islam)

- Yahudi
- Kristian Muzareb yang berbudaya Arab

- Kristian yang masih menentang kehadiran Islam

Semua komuniti itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastera, dan pembangunan fizik di Andalusia – Sepanyol.


Falsafah


Islam di Sepanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat hebat dalam perbentangan sejarah Islam. Ia berperanan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropah pada abad ke-12. Minat terhadap falsafah dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abdurrahman (832-886 M).


Atas inisiatif al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosufi diimport dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universiti-universitinya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam pada ketika itu. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti Bani Umayyah di Sepanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.


Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang falsafah dalam Islam, iatu Ibn Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan berhati-hati dalam menafsir masalah-masalah tentang keserasian falsafah dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al- Mujtahid.


Sains


IImu-ilmu kedoktoran, muzik, matematik, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Dialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong moden yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedoktoran dari kalangan wanita.

 Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bahagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal, Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediteranian dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) belayar sehingga Tanzania, Parsi, India, Samudra Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317-1374 M) menyusun Riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus falsafah sejarah. Semua sejarawan di atas tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika adalah sebahagian nama-nama besar dalam bidang sains.
Fiqih


Dalam bidang fiqh, Sepanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadhi pada masa Hisyam Ibn Abdurrahman. Ahli-ahli Fiqh lainnya diantaranya adalah Abu Bakr ibn al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.


Musik dan Kesenian


Dalam bidang musik dan suara, Sepanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan ketokohan al-Hasan Ibn Nafi yang digelar Zaryab. Setiap kali diselenggarkan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimiliknya itu diturunkan kepada anak-anaknya baik lelaki maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.


Bahasa dan Sastra


Bahasa Arab telah menjadi bahasa perantara dalam pemerintahan Islam di Sepanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan bukan Islam. Bahkan, penduduk asli Sepanyol menombor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang pakar dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Aljiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghamathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra bermunculan, seperti Al-’Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirahji Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.


Masyarakat Al-Andalus

Masyarakat Al-Andalus terdiri dari tiga kelompok utama berdasarkan agama: Muslim, Kristian, dan Yahudi. Dalam tiap-tiap kota, komuniti-komuniti ini tinggal di daerah yang berbeza. Umat Islam sendiri, walaupun disatukan oleh agama yang sama, kekadang terbagi-bagi mengikut etnis, terutama perbezaan antara orang Arab dan orang Berber. Orang-orang Arab tinggal di bahagian selatan dan di Lembah Ebro di timur laut, sedangkan orang-orang Berber tinggal di daerah pegunungan yang sekarang berada di utara Portugal, dan di Meseta Central. Muzarab (atau Mozarab/Musta'rib) adalah orang Kristian yang hidup dalam kekuasaan Islam di Al-Andalus dan mengikuti banyak adat, kesenian, dan kata-kata dari bahasa Arab, namun masih memelihara tradisi dan ibadah Kristian mereka dan bahasa turunan Latin yang mereka miliki, disebut Bahasa Muzarab.

Orang-orang Yahudi biasanya bekerja sebagai pedagang, pemungut pajak, dokter atau duta besar. Pada akhir abad ke-15 terdapat sekitar 50 000 Yahudi di Granada dan 100 000 di seluruh Al-Andalus.

Perlakuan terhadap non-Muslim di Al-Andalus merupakan bahan perbincangan dan perdebatan di antara para ahli dan para pengamat, terutama mereka yang tertarik dengan keberadaan bersama umat Muslim dan non-Muslim di dunia modern. Kaum non-muslim di Al-Andalus, seperti Kristian dan Yahudi, dalam hukum Islam merupakan dzimmi, yang bebas menjalankan ajaran agamanya, tidak didorong untuk masuk Islam, namun membayar cukai yang disebut jizyah. Para ahli berpendapat bahwa agama minoriti (termasuk Yahudi) di Al-Andalus yang dikuasai umat Islam diperlakukan jauh lebih baik daripada di daerah Eropah Barat yang dikuasai Kristian, dan mereka hidup dalam "masa keemasan" toleransi, saling menghormati dan keharmonian antara umat beragama.

Al-Andalus merupakan pusat kunci peradaban Yahudi pada Abad Pertengahan, dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan ternama, seperti Maimonides, rabbi, filsuf, dan doktor yang menjadi ikon masa keemasan Yahudi di Al-Andalus. Masyarakat Yahudi di Al-Andalus juga merupakan salah satu masyarakat Yahudi yang paling stabil dan paling makmur. Sedangkan umat Kristian di Al-Andalus disebut kaum Muzarab. Kaum Muzarab merupakan keturunan orang Kristian terdahulu di Spanyol yang tetap memeluk Kristen namun mengadoptasi budaya Arab. Bahasa mereka, Bahasa Muzarab, merupakan bahasa Roman yang dipengaruhi oleh bahasa Arab dan dituliskan dalam abjad Arab.

Maria Rosa Menocal, spesialis sastra Iberia di Universitas Yale, berpendapat bahwa "toleransi merupakan aspek melekat pada masyarakat Andalus". Dalam bukunya The Ornament of the World (2003), Menocal berpendapat bahwa sebagai dzimmi, agama minoritas di Al-Andalus diberikan hak yang lebih terbatas daripada umat Muslim, namun masih lebih baik daripada di daerah Eropah yang dikuasai Kristian. Orang-orang Yahudi dan sekte-sekte Kristian yang dianggap terlarang datang dari seluruh Eropah ke Al-Andalus, tempat mereka menerima toleransi.

Bernard Lewis memiliki pandangan yang berbeza, dan berpendapat bahwa "klaim toleransi yang sekarang banyak didengar dari apologis Muslim, dan khususnya apologis untuk Islam, merupakan hal baru dan tidak diketahui asal-usulnya." Lewis menolak bahwa Muslim dan non-Muslim diberikan perlakuan sama di masa lalu. Ia juga mengatakan "bagaimana mungkin orang yang memeluk agama yang benar dan orang yang menolaknya dipelakukan sama? Ini merupakan hal yang mustahil secara teologi maupun logika"

Penguasa Al-Andalus memperlakukan non-Muslim berbeza-beza sepanjang waktu. Salah satu tempohe toleransi adalah masa kekuasaan Abdurrahman III dan Al-Hakam II, ketika Yahudi Al-Andalus mengalami kemakmuran, mencurahkan hidupnya untuk melayani Kekhalifahan Kordoba, mempelajari sains, perdagangan, dan industri, terutama perdagangan sutera dan hamba, yang ikut memakmurkan negeri Al-Andalus. Al-Andalus menjadi suaka bagi kaum Yahudi yang teraniaya di negeri-negeri lain.

Orang-orang Kristian di Al-Andalus, dipicu oleh contoh dari umat Kristian lain di sepanjang sempadan Al-Andalus kadang kala menegaskan klaim-klaim Agama Kristian, dan dengan sengaja mencari kemartiran, bahkan selama masa-masa toleransi. Misalnya, 48 orang Kristen Kordoba melakukan penghinaan terhadap agama Islam, dan akhirnya dipenggal. Mereka sengaja melakukan tersebut agar mati sebagai martir, dan mereka dikenal sebagai Martir Kordoba. Beberapa orang dari generasi berikutnya-pun meneruskan hal ini, dan mereka sepenuhnya tahu apa nasib yang menimpa pendahulu mereka.

Setelah kematian Al-Hakam pada 976, situasi mulai memburuk bagi non-Muslim pada umumnya. Hampir 100 tahun berikutnya, pada 30 Desember 1066, peristiwa penganiayaan pertama terjadi ketika kaum Yahudi diusir dan ratusan keluarga dibunuh kerana tidak mau meninggalkan Granada, dan kerusuhan setelahnya menewaskan sekitar 3.000 orang. Penganiayaan terhadap Yahudi juga terjadi sesekali pada masa Murabitun dan Muwahidun, tapi sumber yang ada amat sedikit dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai hal ini.

Saat terjadi kekerasan terhadap non-Muslim, banyak ilmuwan Yahudi dan bahkan Muslim yang meninggalkan daerah kekuasaan Muslim menuju Toledo, yang lebih memiliki toleransi dan telah dikuasai oleh pasukan Kristen. Sekitar 40,000 Yahudi bergabung dengan pasukan Kristen, dan sisanya bergabung dengan pasukan Murabitun menghadapi raja Alfonso VI dari Kastilia.
Penguasa Muwahidun yang mengambil alih kekuasaan Murabitun pada 1147, lebih fundamentalis dari Murabitun, dan memperlakukan non-Muslim dengan keras. Takut akan kematian atau paksaan pindah agama, banyak orang Yahudi yang pindah ke daerah Muslim yang lebih bertoleransi di Selatan dan Timur, atau ke daerah Kristian di Utara. Keluarga Maimonides sendiri pindah ke daerah Muslim yang lebih bertoleransi. Namun, penguasa Muwahidun juga mendorong perkembangan seni dan tulisan, menghasilkan diantaranya Ibnu Tufail, Ibnu Araby, dan Ibnu Rusyd.

C.W. Previte-Orton menulis dalam Cambridge Medieval History, menulis "Peradaban Saracen yang brilian di Sepanyol Islam membuat orang-orang Moor, bahkan dalam kemudurannya dibawah Reyes de Taifas, sebagai orang-orang paling beradab di Barat."
Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi.

Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseteruan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota Al-Andalus seperti Kordoba, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran idea serta inovasi dari waktu ke waktu.

Pada abad ke-10, kota Kordoba memiliki 700 masjid, 60 000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500 000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropah Kristian saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universiti Paris baru memiliki sekitar 2 000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60 000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO. 

Filosofi Islam Andalus

Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedoktoran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.

Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangul

Kemunduran Dan Kejatuhan Andalusia

 Kekhalifahan Kordoba mengalami kejatuhan dalam perang saudara antara 1009 hingga 1013, dan akhirnya dihapuskan pada 1031. Al-Andalus kini terpecah menjadi banyak kerajaan kecil, yang disebut taifa. Taifa-taifa ini pada umumnya amat lemah sehingga tidak dapat mempertahankan diri menghadapi serangan-serangan dan permintaan upti dari kerajaan-kerajaan Kristian di daerah utara dan barat, antara lain Kerajaan Navarre, León, Portugal, Kastilia dan Aragon, serta Barcelona. Akhirnya serangan-serangan ini berubah menjadi penaklukan, sehingga taifa-taifa di Al-Andalus meminta bantuan dari dinasti Al-Murabitun (Almoravid) yang berhaluan Islam fundamental di Afrika Utara. Orang-orang Murabitun mengalahkan raja Kastilia Alfonso VI, dalam Pertempuran Zallāqah dan Pertempuran Uclés, dan akhirnya menguasai Al-Andalus.



 Pada 1086, pemimpin Murabitun  di Marocco Yusuf bin Tasyfin diundang oleh para bangsawan Muslim di Iberia untuk mempertahankan Iberia dari Alfonso VI, raja Kastilia dan León. Pada tahun itu juga Yusuf menyeberangi selat Gibraltar menuju Algeciras, dan mengalahkan kaum Kristian dengan tewas dalam pertempuran Zallāqah. Pada 1094, Yusuf bin Tasyfin menghapuskan kekuasaan dari semua penguasa-penguasa kecil Islam di Iberia, dan mengambil alih semua daerah mereka, kecuali Zaragoza. Ia juga merebut Valencia dari tangan umat Kristian.
Pada 1147, kekuasaan kaum Murabitun digantikan oleh kaum Muwahidun (Almohad), yang juga berasal dari suku Berber. Penguasa Muwahidun memindahkan ibukota Al-Andalus ke Sevilla pada 1170, dan mengalahkan raja Kastilia Alfonso VIII dalam Pertempuran Alarcos (1195). Namun pada 1212 gabungan Kerajaan Kristian Kastilia, Navarra, Aragon, dan Portugal mengalahkan kaum Muwahidun pada Pertempuran Las Navas de Tolosa, dan memaksa sultan Muwahidun meninggalkan Iberia. Umat Islam di Iberia kembali terpecah dalam taifa-taifa yang lemah, dan dengan cepat ditaklukkan oleh Portugal, Kastilia dan Aragon. Setelah jatuhnya Murcia (1243) dan Algarve (1249), hanya Granada pimpinan Banu Nasri-lah negara Islam yang tersisa, namun hanya sebagai negara bawahan yang membayar upti kepada Kerajaan Kastilia. Upti ini berupa emas dari daerah yang sekarang bernama Mali dan Burkina Faso, yang dibawa melalui jalur perdagangan di gurun Sahara.
Pada abad ke-14, dinasti Islam Banu Marin (Marinid) di Maroko mengalami kemajuan dan mengancam kerajaan-kerajaan Kristian di Iberia. Banu Marin kemudian mengambil alih Granada dan menduduki kota-kotanya, seperti Algeciras. Namun, mereka gagal merebut Tarifa, yang bertahan dari serangan Banu Marin hingga kedatangan Tentara Kastilia pimpinan Raja Alfonso XI. Alfonso XI, dibantu Afonso IV dari Portugal dan Pedro IV dari Aragon, mengalahkan Banu Marin pada Pertempuran Rio Salado (1340) dan merebut Algeciras (1344). Alfonso XI juga mengepung Gibraltar, yang ketika itu dikuasai Granada, selama 1349-1350, namun Alfonso XI dan sebahagian besar pasukannya dibinasakan oleh wabah Kematian Hitam di tahun 1350. Penggantinya, Pedro dari Kastilia (Peter si Kejam), memutuskan berdamai dengan umat Islam dan berperang melawan kerajaan-kerajaan Kristian yang lain. Peristiwa ini menandai dimulainya 150 tahun pemberontakan dan perang saudara umat Kristian di Eropah, yang mengamankan kewujudan Granada.

Setelah perjanjian perdamaian dengan Raja Pedro dari Kastilia, Granada menjadi sebuah negara yang aman merdeka hingga hampir 150 tahun berikutnya. Umat Islam diberi kemerdekaan, kebebasan bergerak dan beragama, dan dibebaskan dari upti selama 3 tahun. Setelah tiga tahun, umat Islam diharuskan membayar upti tidak lebih dari yang diharuskan sebelumnya pada masa Banu Nasri.
Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci. Mereka mengalahkan satu persatu perlawanan umat Islam dan akhirnya pengepungan tersebut berakhir diwaktu Sultan Granada Muhammad Abu Abdullah (Boabdil) menyerahkan istana dan Kota Granada, Alhambra kepada kekuasaan Kristian, dan menandakan berakhirnya kekuasaan Islam di Iberia atau Andalusia.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan